Sep 24, 2012
Jul 18, 2012
Sebuah Akhir
Dalam sepi ini, batinku bergemuruh riuh
Ingin rasanya keluar dari keseharian ini
Meski sadar; nyatanya aku gila
Meski lelap; nyatanya aku terjaga
Ingin ku lepas semua keluh yang ada
di sana, di puncak Mahameru
ditemani dinginnya dingin yang membeku
dan sepinya sepi yang kian suram
Mungkin, di saat kelam, kau tak kan temukan
aku, diriku, juga bayang ku dalam rangkulan mu lagi
Aku ingin sepi pun kelam temani ku
dalam perjalanan menuju akhir peraduaan ku
Pada-Nya aku ingin serahkan
semua yang ada dan tiada
yang hitam pun putih
biar aku yang kotor ini
bisa tenang meski api yang berapi-api t'lah menanti
Mungkin, di saat kelam kau tak kan temukan
aku, diriku, juga bayang ku dalam rangkulan mu lagi
Mungkin, di saat itu juga kau akan berkata
"Pergilah dengan tenang. Aku, cintaku, 'kan selalu ada diantara sepinya hati ini".
18 Juli 2012
Ingin rasanya keluar dari keseharian ini
Meski sadar; nyatanya aku gila
Meski lelap; nyatanya aku terjaga
Ingin ku lepas semua keluh yang ada
di sana, di puncak Mahameru
ditemani dinginnya dingin yang membeku
dan sepinya sepi yang kian suram
Mungkin, di saat kelam, kau tak kan temukan
aku, diriku, juga bayang ku dalam rangkulan mu lagi
Aku ingin sepi pun kelam temani ku
dalam perjalanan menuju akhir peraduaan ku
Pada-Nya aku ingin serahkan
semua yang ada dan tiada
yang hitam pun putih
biar aku yang kotor ini
bisa tenang meski api yang berapi-api t'lah menanti
Mungkin, di saat kelam kau tak kan temukan
aku, diriku, juga bayang ku dalam rangkulan mu lagi
Mungkin, di saat itu juga kau akan berkata
"Pergilah dengan tenang. Aku, cintaku, 'kan selalu ada diantara sepinya hati ini".
18 Juli 2012
Jul 8, 2012
Fatamorgana
Terbangun dari mimpi kemudian terhempas ke dalam
sebuah dunia yang benar begitu terang, fantastis buatku.
Sejenak di dalam keheningan kelam, aku lihat kilauan cahaya
berbaris rapi bejajar jauh tepat di depan hamparan ciptaan-Nya.
Tak ku gubris sepi yang semakin menyepi
memaksa diri untuk larut dalam sepi yang tersepi
Ku abaikan hembusan dingin udara yang menerjang;
Malah ku biarkan dingin itu membelai, supaya aku
dan dunia ku bisa semakin satu dan padu.
Di antara kilauan cahaya itu, kulihat seberkas cahaya yang sangat terang,
indah, yang sanggup membuat mata ini bisu, mulut ini tuli, dan telinga ini buta.
Inikah cahaya itu --- dialah dia yang selama ini ada dan aku harap?
Inikah jiwa itu --- adalah sebuah rasa yang mampu membuat raga itu utuh?
Inikah?
Dalam diam ku berkata "Tuhan, inikah yang kau sebut dengan fatamorgana?"
sebuah dunia yang benar begitu terang, fantastis buatku.
Sejenak di dalam keheningan kelam, aku lihat kilauan cahaya
berbaris rapi bejajar jauh tepat di depan hamparan ciptaan-Nya.
Tak ku gubris sepi yang semakin menyepi
memaksa diri untuk larut dalam sepi yang tersepi
Ku abaikan hembusan dingin udara yang menerjang;
Malah ku biarkan dingin itu membelai, supaya aku
dan dunia ku bisa semakin satu dan padu.
Di antara kilauan cahaya itu, kulihat seberkas cahaya yang sangat terang,
indah, yang sanggup membuat mata ini bisu, mulut ini tuli, dan telinga ini buta.
Inikah cahaya itu --- dialah dia yang selama ini ada dan aku harap?
Inikah jiwa itu --- adalah sebuah rasa yang mampu membuat raga itu utuh?
Inikah?
Dalam diam ku berkata "Tuhan, inikah yang kau sebut dengan fatamorgana?"
Jul 6, 2012
Sedikit Renungan
Source: http://techjost.com/ |
Cinta itu suci pada dasarnya, namun di tangan insan yang tidak bisa memaknai cinta itu dengan sepenuhnya, hal ini akan menjadi buruk, bahkan menjadi sebuah bencana yang bisa menghancurkan hidup mereka yang merasakannya. Cinta bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan permainan yang bisa dimainkan dan ditinggalkan seenaknya. Cinta ialah anugerah yang harus disyukuri dengan sepenuh hati, karena cinta yang sebenarnya itu Tuhan berikan kepada mereka yang mampu memegang amanat atas anugerah ini. Mereka yang mampu memegang amanat ini bisa membuktikannya dengan segala yang mereka bisa lakukan, bukannya dengan omongan dan gombalan semata. Sekali lagi, cinta itu sesuatu yang dirasakan oleh batin manusia dan membutuhkan sebuah bukti nyata sebagai realisasinya, bukan dengan omongan dan gombalan semata. Lebih jauh lagi, mereka yang terpilih bisa menjaga dirinya juga cintanya ketika orang yang dicintainya jauh dari dekapannya. Meski kadang rasa gundah serta luapan emosi menghampiri, mereka bisa menjaga anugerah itu sepenuh hati. Toh, bukan hanya kehadiran orang yang dicintainya saja yang bisa membuatnya bahagia, jika memang seseorang menjaganya dengan baik, meski jauh, rasa yang telah tertanam dalam hatinya yang terdalam itu bisa meredakan luapan emosi yang kadang membara dan merusak cinta yang ada itu.
Jun 25, 2012
Maafkan Aku Pak
Usianya sudah mulai senja. Tidak muda dan sekuat dulu lagi memang. Apalagi, sekarang sakit mulai mendera badannya yang kian renta itu. Karena itulah, badannya yang dulu tegap dan kuat, kini mulai kurus dan terkulai lesu. Raut mukanya yang dulu segar, kini dihiasi oleh banyak garis-garis penanda ia sudah tua. Rambutnya yang dulu tebal, sekarang sudah mulai menipis -- berguguran seiring usianya yang sudah tidak muda lagi.
Pak, begitu sapaannya, kau memang sudah tidak sekuat dan sesehat dulu lagi. Harusnya, sudah waktunya untukmu beristirahat dan melihat tunas-tunas yang kau didik dan besarkan dengan keringat dan air mata membahagiakan mu, bukan malah tetap bekerja memeras keringat dan tenaga, bahkan merelakan batin mu tersisksa oleh pekerjaan yang kau geluti itu. Sangat disayangkan, waktu istirahat mu mungkin masih menjadi impian belaka. Nyatanya, tunas-tunas yang kau didik dengan cinta dan kasih yang tulus ikhlas itu belum bisa berbuat banyak untuk membahagiakan dan membalas jasa yang begitu besar telah kau berikan. Tunas-tunas mu masih saja kerap merepotkan dengan berbagai masalahnya, termasuk juga aku. Hal ini tentu saja, secara tidak langsung, memaksa mu untuk tetap bergelut dengan sesuatu yang sering kali menyiksa batin mu -- pekerjaan mu -- sehingga raut derita kerap terlihat dari wajah mu yang lelah itu.
Aku, sebagai tunas yang tertua, harusnya sudah mulai bisa membantu mu meringankan beban yang ada. Namun, aku merasa malu karena belum bisa memberikan apa-apa yang seharusnya aku berikan untuk membantu mu. Aku masih merengek dan meminta seperti halnya anak kecil. Padahal aku sadari hal itu tidaklah pantas lagi, sangat tidak pantas ku lakukan. Sebaliknya, aku yang mestinya bisa memberi sesuatu untuk mu supaya kau tidak perlu bersusah payah memeras tenaga dan pikiran untuk menghidupi kami. Jika dipikir aku ini balita dengan fisik dewasa, melihat kenyataan yang ada sekarang ini.
Aku juga bahkan terlalu egois akan keinginan dan cita-cita. Di saat dia mulai didera sakit, aku justru berkeinginan untuk meninggalkannya dengan berharap agar bisa mendapatkan beasiswa studi di luar negeri. Awalnya, dengan berharap bisa mendapatkan beasiswa semacam itu, aku bisa membantu memberikan apa yang seharusnya aku beri. Namun, setelah berpikir lebih jauh, akhirnya aku sadari bahwa hal itu adalah sebuah tindakan tolol. Aku lebih mementingkan ego diri sendiri, padahal ada yang lebih penting dan membutuhkan dari pada harapan ku itu, ialah keluarga dan orang-orang yang tulus mencintaiku yang telah membuat aku bisa berdiri seperti sekarang ini. Logikanya, aku tidaklah mungkin menjadi aku yang seperti ini tanpa mereka, namun dengan mudah aku ingin meninggalkan mereka demi satu keinginan itu. Egois kan?
Seiring dengan disibukkannya aku dengan tugas dan kegiatan kuliah, mereka -- keluargaku -- sering kali terlupakan. Menghubunginya saja jarang, mungkin satu atau dua kali sehari, itu pun hanya lewat SMS saja. Dari sinilah aku sadari bahwa aku terlalu larut dalam duniaku sendiri. Tak ku sadari bahwa ada mereka yang juga membutuhkan ku.
Pak, maafkan aku yang masih saja merepotkan mu dengan segala masalah ku.
Pak, begitu sapaannya, kau memang sudah tidak sekuat dan sesehat dulu lagi. Harusnya, sudah waktunya untukmu beristirahat dan melihat tunas-tunas yang kau didik dan besarkan dengan keringat dan air mata membahagiakan mu, bukan malah tetap bekerja memeras keringat dan tenaga, bahkan merelakan batin mu tersisksa oleh pekerjaan yang kau geluti itu. Sangat disayangkan, waktu istirahat mu mungkin masih menjadi impian belaka. Nyatanya, tunas-tunas yang kau didik dengan cinta dan kasih yang tulus ikhlas itu belum bisa berbuat banyak untuk membahagiakan dan membalas jasa yang begitu besar telah kau berikan. Tunas-tunas mu masih saja kerap merepotkan dengan berbagai masalahnya, termasuk juga aku. Hal ini tentu saja, secara tidak langsung, memaksa mu untuk tetap bergelut dengan sesuatu yang sering kali menyiksa batin mu -- pekerjaan mu -- sehingga raut derita kerap terlihat dari wajah mu yang lelah itu.
Aku, sebagai tunas yang tertua, harusnya sudah mulai bisa membantu mu meringankan beban yang ada. Namun, aku merasa malu karena belum bisa memberikan apa-apa yang seharusnya aku berikan untuk membantu mu. Aku masih merengek dan meminta seperti halnya anak kecil. Padahal aku sadari hal itu tidaklah pantas lagi, sangat tidak pantas ku lakukan. Sebaliknya, aku yang mestinya bisa memberi sesuatu untuk mu supaya kau tidak perlu bersusah payah memeras tenaga dan pikiran untuk menghidupi kami. Jika dipikir aku ini balita dengan fisik dewasa, melihat kenyataan yang ada sekarang ini.
Aku juga bahkan terlalu egois akan keinginan dan cita-cita. Di saat dia mulai didera sakit, aku justru berkeinginan untuk meninggalkannya dengan berharap agar bisa mendapatkan beasiswa studi di luar negeri. Awalnya, dengan berharap bisa mendapatkan beasiswa semacam itu, aku bisa membantu memberikan apa yang seharusnya aku beri. Namun, setelah berpikir lebih jauh, akhirnya aku sadari bahwa hal itu adalah sebuah tindakan tolol. Aku lebih mementingkan ego diri sendiri, padahal ada yang lebih penting dan membutuhkan dari pada harapan ku itu, ialah keluarga dan orang-orang yang tulus mencintaiku yang telah membuat aku bisa berdiri seperti sekarang ini. Logikanya, aku tidaklah mungkin menjadi aku yang seperti ini tanpa mereka, namun dengan mudah aku ingin meninggalkan mereka demi satu keinginan itu. Egois kan?
Seiring dengan disibukkannya aku dengan tugas dan kegiatan kuliah, mereka -- keluargaku -- sering kali terlupakan. Menghubunginya saja jarang, mungkin satu atau dua kali sehari, itu pun hanya lewat SMS saja. Dari sinilah aku sadari bahwa aku terlalu larut dalam duniaku sendiri. Tak ku sadari bahwa ada mereka yang juga membutuhkan ku.
Pak, maafkan aku yang masih saja merepotkan mu dengan segala masalah ku.
Apr 20, 2012
Elegi
Masihkah kau ingat ketika kita bersama di bawah pelangi?
Ketika kita memandangi setiap jengkal warnanya yang indah
Memang indah kala itu, ya?
Bersama kita berlari mengejar ombak yang berlari beriringan
Meraih hari di bawah jingga yang mulai menghitam
Sungguh indah, kan?
Bersama kita tertawa
Bersama kita terluka
Indah, bukan?
Ya memang indah kala itu,
Sampai aku sadari bahwa
semuanya itu semu dan palsu.
Awalnya, setiap kali ku kenang serpihan kenangan bersamanya
Aku berharap dia juga merasakan hal yang sama -- kangen.
Begitu seterusnya sampai aku sadari bahwa
Aku ini bodoh.
Aku terlalu larut dalam fatamorgana bayangannya
Aku, harap ku, tak kan pernah bertemu pada sebuah titik temu yang indah
semuanya semu, palsu, hanya angan semata.
Aku bukanlah apa yang dia rasakan lagi
Sungguh indah kala itu, kan?
Ketika kita bersama di bawah pelangi yang perlahan menjadi semu.
Ketika kita memandangi setiap jengkal warnanya yang indah
Memang indah kala itu, ya?
Bersama kita berlari mengejar ombak yang berlari beriringan
Meraih hari di bawah jingga yang mulai menghitam
Sungguh indah, kan?
Bersama kita tertawa
Bersama kita terluka
Indah, bukan?
Ya memang indah kala itu,
Sampai aku sadari bahwa
semuanya itu semu dan palsu.
Awalnya, setiap kali ku kenang serpihan kenangan bersamanya
Aku berharap dia juga merasakan hal yang sama -- kangen.
Begitu seterusnya sampai aku sadari bahwa
Aku ini bodoh.
Aku terlalu larut dalam fatamorgana bayangannya
Aku, harap ku, tak kan pernah bertemu pada sebuah titik temu yang indah
semuanya semu, palsu, hanya angan semata.
Aku bukanlah apa yang dia rasakan lagi
Sungguh indah kala itu, kan?
Ketika kita bersama di bawah pelangi yang perlahan menjadi semu.
Mar 30, 2012
Chapter Report: Teaching Reading
There are many
reasons why getting students to read English texts are one of the teachers’
responsibilities: for future careers, study purposes, and pleasure (Harmer,
2001a p. 68). Besides, Harmer (2001a
p.68) also claims that providing an interesting and engaging reading activity
also influences the success of language acquisition. Therefore in classroom
activity teachers should be able to provide the reading activity which is
suitable with students’ proficiency-level by choosing the appropriate topics
and stimulating students to do further learning experiences, such as:
conducting a group discussion or making a response based on the text explained.
The teaching
reading which emphasizes only on the vocabulary and the generic structure will
not enhance students’ understanding of the message conveying in the text. As we
know, texts mainly deal with meaning, the message which the authors want to
deliver to the readers. If teaching reading mainly focus on the grammatical
rules or the structures of the text itself, how could the students identify
what message conveyed in the texts? It is, probably, one of many aspects that
make teaching reading somewhat difficult.
For many EFL
(English as Foreign Language) students, reading is difficult to be mastered
since there are many words, especially the new ones, which cannot be understand
easily. Besides, they are also mainly bounded to the teaching of structure,
generic structure of the text. This problem leads to distract the acquisition
of understanding of the text itself.
This chapter
report will highlight some basic concepts in teaching reading, such as: process
in reading and the types of reading along with their brief description.
Besides, it will also summarize and comment on the teaching reading
demonstration conducted a few weeks ago by Ibu Ika.
Process
in Reading
There are two
processes that are recognized in reading: bottom-up
process and top-down-process. In
bottom-up process, readers must first recognize a multiplicity of linguistic
signals (letters, morphemes, syllables, words, phrases, grammatical cues,
discourse markers) and use their linguistic data-processing mechanisms to
impose some sort of order on these signals. Meanwhile, top-down process deals
with the understanding of texts based on readers’ own intelligence and
experience (Brown, 2001 p. 298).
Types
of Reading
Beside
two processes mentioned above, reading is also divided into two types: extensive reading and intensive reading. Extensive reading is
carried out to achieve a general understanding of a usually somewhat longer
text. It is usually performed outside of class time, for example in reading for
pleasure. Meanwhile, intensive reading is usually a classroom- oriented
focusing on the linguistic features of the text (Brown, 2001 p. 312-313).
Basically, those reading categories cover two most important skills in reading:
skimming and scanning. Skimming is a way to get a general idea of what the text
is about (reading for the gist). Meanwhile scanning has something to do with
the reading for detailed comprehension (specific information) (Brown, 2001;
Harmer, 2001a p. 69; Harmer, 2001b p. 283).
Summary
and Comment on Teaching Demonstration
Teaching
demonstration presented by Ibu Ika generally follow the principles in
interactive reading: the task matches to the topic, the activity stimulate
students to learn, include both bottom-up and top-down processing, and divide
the activity into some phases (Brown, 2001 p.313-316; Harmer, 2001a p. 70).
In this teaching
demonstration, teacher sequenced the reading activity into pre-reading,
during-reading, and after-reading phases. Through the sequencing of activity,
students will be helped to get better understanding of the texts. Although the
series of activity may not fit all contexts, it serves a general guide for
reading class at least (Brown, 2001 p. 315).
In the
pre-reading activity, teacher stimulated students to predict what the text is
about by giving a game containing the words (clues) which will be used in the
text later on. Teacher used the whiteboard to make a semantic mapping or
clustering of the text based on the clues given. The strategy of semantic
mapping or grouping ideas into meaningful clusters helps the readers to provide
some order of the chaos (Brown 2001, p. 308). In my opinion, by giving the
students some inputs related to the text that will be learnt provide many
advantages, such as: reducing the ‘shock’ that will be faced by students while
reading a text because their lack of vocabularies, providing a general
visualization of the text, etc. After getting the clues, teacher asked them to
discuss in group what the text is going about (prediction). It is important
since prediction is major factor in reading – people usually have a good idea
of the content before actually read (Harmer, 2001a p. 70).
During the main
activity, teacher gave the students an incomplete narrative text and asked them
to read it carefully. After that, students are asked to compare their
prediction to the text given. I personally believe that this main activity is
engaging since teacher provide different technique to learn reading. In line
with this, Harmer (2001 p. 70) noted that when students are stimulated with the
topic or the task, they get much more from what is being learnt. In traditional
technique, mainly students will focus on the linguistic features of the text,
however, in this activity they are treated differently; making a prediction and
comparing it to the real text.
Since the text
is not a complete text, in post-reading activity teacher focused their lesson
on how to respond to it: continuing the text using their understanding got from
pre- and main-activity. Actually, in this activity students needed to predict the
rest of the text. I think with the understanding and vocabulary received from
previous activities, students will be easier to do it. The way students predict
(response) indicates that they have got the point or message of the text. Thus
it provokes their personal engagement of the text and language (Harmer, 2001 p.
70).
Overall, the
teaching demonstration has successfully engaged students in reading activity
through the variety of activities provided. Those activities help the students
to get understanding of the text step-by-step (scaffolding). Besides, the
activities also give the students a chance to think and respond to the text:
they are first provided by the useful inputs in pre-reading activities which
will be useful to respond to the text (continuing the rest of the text).
Moreover, the interactive strategy applied by teacher during the whole lesson
is the most important part in teaching reading. Through the application of
interactive strategy, students will be more engaging so that it will also
increase students’ involvement during the lesson.
Mar 25, 2012
Menyikapi Hidup
Hidup ini penuh teka-teki, rumit, sulit ditebak.
Kata siapa hidup ini indah?
Mungkin untuk mereka yang tak pernah dari bawah merangkak naik tercekik,
Memang iya hidup ini indah.
Satu hal yang pasti dari hidup ini -- baik dan buruk.
Namun, mereka tidak lah absolut, mutlak, kekal.
Baik menjadi buruk, begitu pun sebaliknya.
Seperti halnya saya, Anda, juga mereka -- manusia.
Lalu?
Harus bagaimana menyikapinya?
Hanya Tuhan, waktu, dan nurani Anda
yang bisa menjawabnya...
Kata siapa hidup ini indah?
Mungkin untuk mereka yang tak pernah dari bawah merangkak naik tercekik,
Memang iya hidup ini indah.
Satu hal yang pasti dari hidup ini -- baik dan buruk.
Namun, mereka tidak lah absolut, mutlak, kekal.
Baik menjadi buruk, begitu pun sebaliknya.
Seperti halnya saya, Anda, juga mereka -- manusia.
Lalu?
Harus bagaimana menyikapinya?
Hanya Tuhan, waktu, dan nurani Anda
yang bisa menjawabnya...
Mar 21, 2012
Pemerataan Pendidikan: Antara Harapan dan Realita
Posisi
Indonesia menurut Human Development Index
(Indeks Perkembangan Manusia) yang dirilis oleh UNDP tahun 2010 berada di angka
108. Posisi ini tidaklah terlalu jelek mengingat Indonesia masih mampu bersaing
dengan negara-negara berkembang lainnya. Berdasarkan posisi tersebut, Indonesia termasuk
kedalam golongan medium human development.
Hal ini terjadi karena pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan dalam
bidang pendidikan, yakni mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk
mendapatkan pendidikan dasar selama sembilan tahun (enam tahun di sekolah dasar
dan tiga tahun di sekolah menengah pertama). Melalui kebijakan tersebut,
pemerintah berupaya untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang terdidik guna
menghadapi perubahan global di dunia.
Namun
dalam pelaksanaannya, kebijakan yang mewajibkan warga negara Indonesia untuk
mengenyam pendidikan dasar bukanlah tanpa masalah, salah satu masalah yang dihadapi ialah
pemerataan pendidikan.
Masih banyak saudara-saudara kita yang belum bisa
mendapatkan pendidikan yang layak. Mereka yang tinggal di pelosok-pelosok
negeri ini hanya, mungkin, mendapatkan sedikit saja pelayanan pendidikan dari
yang sebagian besar kita dapatkan selama ini. Fasilitas pendidikan yang ada di
sekolah-sekolah mereka, seperti; ruang kelas; perpustakaan; dan sebagainya;
kualifikasi guru-guru yang mengajar, serta sumber-sumber belajar pun pastilah
sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di benak
kita pada umumnya. Akibatnya, masih banyak generasi pembangun bangsa ini yang
masih buta terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini diperburuk oleh mind set mereka yang berpikir bahwa
hidup ini esensinya adalah untuk bekerja -- mencari uang. Jadi menurut mind set yang dipegang, mereka tidak membutuhkan
tingkat pendidikan yang tinggi untuk menjadi seorang pekerja. Di samping itu,
keadaan ekonomi mereka pun masih menjadi ganjalan dalam proses pendidikan. Hal
itu wajar karena untuk membiayai kebutuhan dapur saja sudah susah, apalagi
untuk membiayai pendidikan.
Pada
dasarnya, tujuan pendidikan ialah untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM)
yang bermutu. Dengan sumber daya manusia yang bermutu tersebut akan memajukan
daya saing bangsa Indonesia pada berbagai aspek penting, seperti: ekonomi,
industri, teknologi, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Di samping itu,
pendidikan juga merupakan batu loncatan pertama untuk memajukan sebuah bangsa
di era globalisasi ini. Melalui sebuah sistem pendidikan yang baik dan diatur
serta diawasi secara menyeluruh tanpa membedakan kelebihan dan kekurangan yang
ada pada setiap daerah, akan tercipta manusia Indonesia yang terdidik serta
memiliki kemampuan yang baik dalam berdaptasi dengan perkembangan zaman.
Dalam
UUD 1945 Pasal 31 tentang pendidikan dinyatakan bahwa setiap warga Negara
Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib
membiayainya. Pertanyaannya, "Pendidikan seperti apakah yang harus diterima oleh warga negara Indonesia?" "Apakah pendidikan di Indonesia sudah bisa dikatakan layak?" kemudian“Seberapa
layak kah pendidikan yang layak itu?” Apakah dengan bangunan sekolah, ruang
kelas yang memadai ditambah dengan fasilitas dan sumber-sumber belajar yang
relevan serta guru-guru yang berkualifikasi baik itu bisa disebut layak? Jika
memang pendidikan yang layak itu seperti yang disebutkan di atas, maka hanya
mereka yang bersekolah di tempat yang memiliki karakteristik seperti di atas
yang bisa dikatakan mendapatkan pendidikan yang layak. Lalu bagaimana dengan
saudara-saudara kita yang bersekolah dengan fasilitas seadanya serta dengan
segala keterbatasan yang ada di sekolahnya? Apakah masih bisa kita katakan
mereka juga mendapatkan pendidikan yang layak?
Pemerintah
seharusnya bisa mengupayakan dan memberikan yang terbaik untuk semua warga
negaranya di mana pun, termasuk dalam bidang pendidikan, karena dengan
pemerataan pendidikan yang menyeluruh di Indonesia, maka salah satu cita-cita
luhur bangsa ini yang dituangkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa” akan bisa tercapai
dengan baik.
Meski
pemerintah sudah menerapkan sebuah program Bantuan Operasional Sekolah, atau
yang lebih dikenal dengan BOS, untuk meringankan beban biaya pendidikan
saudara-sudara kita, tetap masih banyak saudara-saudara kita yang belum
mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak. Dengan pengadaan sumber belajar
seperti buku-buku, bantuan biaya pendidikan, dan sebagainya, BOS sebenarnya
sangat membantu saudara-saudara kita untuk, setidaknya, mendapatkan pengetahuan
yang lebih baik. Namun, faktanya tidak demikian. Masih banyak yang belum bisa
bersekolah dengan layak sebagaimana halnya kita. Untuk menanggulangi hal ini,
sebaiknya bukan hanya pemerintah yang bekerja untuk memecahkan masalah ini. Kita
sebagai civitas akademika dan agent of
change yang mungkin sedikit lebih tahu mengenai hal tersebut juga harus
bisa memberikan kontribusi nyata terhadap masalah pemerataan pendidikan.
Sebagai
contoh, kita pun bisa memberikan, setidaknya penyuluhan, kepada masyarakat di
sekitar mengenai pentingnya mengenyam pendidikan. Dengan penyuluhan tersebut
masyarakat akan bisa merubah mind set mereka
bahwa untuk menjadi seorang pekerja tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi. Namun,
dengan bekal pendidikan yang cukup, meski pada akhirnya mereka juga memutuskan
untuk menjadi seorang pekerja, setidaknya pekerja yang memiliki background pendidikan yang baik akan
berbeda dengan mereka yang tidak. Kenyataannya, skilled labour (pekerja yang terdidik dan terlatih) memiliki
kreativitas dan visi yang lebih baik dari mereka yang tidak memiliki background pendidikan yang cukup. Dengan demikian, usaha
menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan akan berpengaruh terhadap partisipasi
mereka dalam pendidikan. Diharapkan angka manusia Indonesia yang tidak
mengenyam pendidikan dasar akan
berkurang.
Dengan
pemerataan pendidikan yang baik akan tercipta manusia Indonesia, baik di kota
maupun di pelosok, yang berbekal pengetahuan yang cukup guna bersaing di era
globalisasi ini. Di samping itu, pemerataan pendidikan pun juga memberikan
kesempatan masyarakat pelosok untuk berkembang dan maju sejajar dengan mereka
yang berada di kota. Dengan demikian tujuan negara "mencerdaskan kehidupan bangsa" yang tercetus dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 akan tercapai
dengan baik pula. Pada akhirnya, dengan adanya SDM yang bermutu, bangsa ini akan lebih kompetitif dalam
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia.
Mar 5, 2012
Kami Orang Bodoh yang Dibodohi oleh Kebodohan Anda
Di mata Anda, kami ini kecil bak
partikel yang tak berarti
Ya, memang. Dan itu adalah kenyataan.
Kami ini bodoh; tak sepintar dan
secerdas Anda,
Tapi, kami juga sama seperti Anda –
bodoh.
Kami punya rasa sakit seperti halnya
Anda – Manusia yang seolah beradab.
Kami punya aspirasi yang seharusnya Anda
dengar.
Namun, suara dan tanya yang kami buat
Hanya dianggap ocehan-ocehan gembel yang
tak memiliki arti.
Hey! Bukankah Anda dulu mendekati kami?
Membutuhkan kami? Mengharapkan kami
Untuk menelan dan mencerna semua bualan
indah mu itu?
Hah, memang lucu ya! Siasat Anda
berhasil, Well done!
Anda memang hebat, mengacuhkan kami
ketika sebuah tanya besar muncul.
Ketika dahaga haus tahta dan harta Anda
telah terpenuhi
Terima kasih banyak!
Percuma juga untuk mengadu dan merengek,
Toh
itu tak akan sedikit pun menyayat nurani Anda
Kami memang orang bodoh yang dibodohi
oleh kebodohan Anda
…
Feb 24, 2012
Chapter Report 3: A Methodical History of Language Teaching
In language
teaching and learning, we recognize three important terms; approach, method,
and technique. Those terms are important to be known by teachers because they
will be applied in planning and conducting teaching and learning activity.
Basically, approach refers to the theoretical frameworks and beliefs underlying
the nature of language, the nature of language learning, and the pedagogical
implications. Meanwhile, method is a systematic presentation of language based
on the selected approach. It usually deals with how to reach the objectives or
goals of language learning itself. In addition to that, we also recognize the
technique in language learning. Technique refers to the specific activities
applied in the classroom which are related to the approach and method used with
the purpose to realize the lesson objectives. The activities include exercise
or tasks used in the language classroom (Brown, 2001: 14-16).
There are many
well-known methodologies in language learning; the grammar translation method,
Gouin and the series method, the direct method, the audiolingual method,
cognitive code learning, designer method, etc (Brown, 2001). Some of them would
be seen as a traditional one, or some would be a modern one. In fact, the
methodologies in language teaching and learning developed as the world changed.
The new methodologies appear based on a research or the needs of the language
itself. Based on that reason, probably, there is no best methodology to be
applied in the classroom since both traditional and modern methodologies could
be used depending on the students’ needs and teachers’ preference. Besides,
they also have their own advantages and disadvantages. In this case, this is
the teachers’ job to decide the most possible methodology to be applied in their
classroom by considering students’ needs and the nature of language and
language learning.
The grammar
translation method is a very classical language learning methodology in the
world. According to Brown (2001: 18) this method emphasize on the studying of
grammar (language structures), vocabulary memorization, translation a text, and
writing exercise. Teachers who applied this methodology tend to teach the
grammar explicitly without explaining any context in which such grammar should
be used. In addition to that, the classroom is often not communicative since
teachers would give a long explanation on grammar. It is ironic because
teachers did not teach the nature of language – the communicative competence.
Although this method, old school method, is not effective to build up students’
communicative competence, still there are many teachers who applied it in the
classroom. For instance, when I was in Junior High School, my English teacher often
explained the vocabulary and grammatical structure during the classroom
activity. He gave a very limited chance to students to speak up. As a result,
even though I mastered the grammatical structures, I still have a difficulty in
delivering my ideas orally. It happened when I took the English practical test
at the end of third grade in Junior High School. In line with this, Brown
(2001: 19) said that the grammar translation method does virtually nothing to
enhance a student communicative ability in the language.
In the view
point of the series method and the direct method, the second or foreign
language learning should be set as natural as the first language (Brown, 2001:
19-21). It is important since naturally human learn a language in sequence:
from the easiest to the most difficult one. Based on the statement above, teachers
tend to avoid the explicit explanation of grammar since it is too complex to be
understood. For instance, teachers should provide the activity which stimulates
students to communicate. Besides, they should also create the classroom situation
which allows students to get many exposures in TL.
Meanwhile, the
community language learning developed by Charles Curran (1972), emphasize on
the affective domain of the learners. This method focused on the social dynamic
between teacher and student in the classroom activity since he believed that
language was essentially used for social communication tool (Brown, 2001: 25).
Teacher who apply this method will position himself to be a counselor. Through
this role, teacher facilitated students with a close understanding so that
students would be more comfortable during the lesson. I experienced this kind
of activity when I was in the High School. Mostly, teacher grouped students
into small groups consisting of 4-5 people. We were asked to discuss certain
topics dealing with the materials delivered. When we were facing the difficulty
to reach a conclusion, she actually facilitated us by giving some explanation
and the analogy of similar case, of course, with a friendly gesture and
expression.
The most debatable
method in language teaching and learning is the communicative language
teaching. This method is a little bit similar with the community language
learning on the focus point of language use. According to Brown (2001: 34) this
method views the language as a system for the expression of meaning; primary
function – interaction and communication. Teachers can provide a rich activity
through this method. Generally, they will provide the activity which drills
students’ ability in communication; discussion, problem-solving, etc. Besides,
teachers also provide as many authentic materials as possible. These authentic
materials will relate what students have learned in classroom to the reality of
using language in real-life situations. The explanation of grammar or structure of the
text will also be accommodated by this method, but, of course implicitly after
students have understood the contexts to use it. It could be applied even for
the young learners. As I observed on the teaching demonstration presented by
Ibu Ika, she (teacher) could simplify the explanation on grammar through an
easy way: relating it to the context and students’ prior knowledge. Besides,
she also provided many activities to stimulate students to speak up. In fact,
by a well classroom management, she also gave the equal opportunity to almost
students to speak up. It was important since she, as a teacher, could stimulate
students to learn more in order to achieve the objectives – the communicative
competence. Besides, in communicative language teaching, teachers also have to
consider to what their students’ needs and wants (Brown, 2001: 34). For
instance, if teachers are teaching mechanical engineering students, they should provide the materials which is suitable for them; how to
read a manual, how to handle customer, etc. Such materials will probably be
used for their future working situation so that teachers, in this case, also
support students’ to achieve not only the objectives of the course, but also
their future career.
Subscribe to:
Posts (Atom)